Akhir Sejarah Cinta Kita (HoPeFuLLy)

AKHIR SEJARAH CINTA KITA

Suatu saat dalam sejarah cinta kita

Kita tidur saling memunggungi

Tapi jiwa berpeluk-peluk

Sauatu saat dalam sejarah cinta kita

Raga tak saling membutuhkan

Hanya jiwa kita sudah lekat menyatu

Rindu mengelus rindu

Suatu saat dalam sejarah cinta kita

Kita hanya mengisi waktu dengan cerita

Mengenang dan hanya itu

Yang kita punya

Kita mengenang masa depan kebersamaan

Kemana cinta kita kan berakhir

Disaat tak ada akhir

Marie von Eschebach berkata: “Bila didunia ini ada surga, surga itu adalah pernikahan yang bahagia. Tetapi bila disunia ini ada neraka, neraka itu adalah penikahan yang gagal.” Karena itulah, Islam dengan penuh perhatian mengatur urusan rumah tangga. Ribuan tahun silam, di Padang Arafah, saat haji Wada’, Rasulullah menyampaikan khutbah perpisahannya dan perhatikanlah apa yang diwasiatkannya pada waktu itu: “Wahai manusia, takutlah kepada Allah dalam urusan wanita. Sesungguhnya kalian telah mengambil mereka sebagai istri dengan amanat Allah. Dia halalkan kehormatan mereka dengan kalimat-Nya.

Sesungguhnya kamu mempunyai hak atas istrimu, dan istrimu pun mempunyai hak atas kamu. Ketahuilah, aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baikterhadap istri kalian. Mereka adalah penolong kalian. Mereka tidak memilih apa-apa dari diri mereka selain dari itu. Jika mereka patuh kepadamu, janganlah kamu berbuat aniaya kepada mereka” (HR. Muslim dan Turmudzi)

Rasulullah bersabda: “Ada dua dosa yang akan didahulukan Allah siksanya di dunia ini, yaitu: Al Baghyu dan durhaka kepada kedua orang tua”. (HR. Turmudzi, Bukhori dan Tabrani). Al Baghyu adalah berbuat sewenang-wenang, berbuat dzalim/aniaya terhadap orang lain. Al Baghyu yang paling dimurkai Allah adalah berbuat dzalim terhadap istri sendiri, yaitu menelantarkan istri, menyakiti hatinya, merampas kehangatan cintanya, merendahkan kehormatannya, mengabaikan dalam mengambil keputusan dan mencabut haknya untuk memperoleh kebahagiaan hidup bersama-sama. Karena itulah Rasulullah mengukur tinggi rendahnya martabat seorang laki-laki dari cara ia bergaul dengan istrinya. Nabi yang mulia bersabda: “Tidak akan memuliakan kecuali laki-laki yang mulia, dan tidak akan merendahkan wanita kecuali laki-laki yang rendah pula”.

Allah menetapkan suatu ikatan suci yaitu Akad Nikah, agar hubungan antara pecinta dan kekasihnya itu menyuburkan ketentraman, cinta dan kasih sayang. Dengan kalimat yang sederhana “Ijab dan Kabul” terjadilah perubahan besar yang haram menjadi halal, yang maksiat menjadi ibadah, kekejian menjadi kesucian, dan kebebasan menjadi tanggung jawab. Maka nafsu pun berubah menjadi cinta dan kasih sayang. Begitu besarnya perubahan ini sehingga Al-qur’an menyebut akad nikah sebagai Mistaqon Gholizho (perjanjian yang berat). Hanya tiga kali kata ini disebut dalam Al-qur’an. Pertama, ketika Allah membuat perjanjian dengan para Nabi dan Rasul “Ulul Azmi” (QS. 33:7). Kedua, ketika Allah mengangkat Bukit Tsur di atas kepala Bani Israil dan menyuruh mereka bersumpah setia dihadapan Allah (QS.4:154). Ketiga, ketika Allah menyatakan hubungan pernikahan (QS.4:21).

Peristiwa akad nikah bukanlah peristiwa kecil dihadapan Allah. Ia tidak saja disaksikan oleh kedua orang tuanya, saudara dan sahabat-sahabat tetapi juga disaksikan oleh para malaikat langit yang tinggi, dan terutama sekali disaksikan oleh Allah Rabbul Izzati (Rabb pemilik keagungan). Maka apabila anda sia-siakan perjanjian ini, ikatan yang sudah terbuhul, janji yang terpatri, anda bukan saja harus bertanggung jawab pada mereka yang hadir, tetapi juga dihadapan Allah Rabbul ‘Alamin.

“Laki-laki adalah pemimpin di tengah keluarganya, dan ia harus mempertanggung jawabkan kepemimpinannya. Wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan ia harus mempertanggung jawabkan kepemimpinannya” (HR. Bukhari dan Muslim) Yang paling baik diantara kamu adalah yang paling baik dan lembut terhadap keluarganya”. (HR. Bukhari).

Seorang istri boleh memberikan apa saja yang ia miliki. Tetapi bagi seorang suami, tidak ada pemberian istri yang paling membahagiakan selain hati yang selalu siap berbagi kesenangan dan penderitaan. Diluar rumah, sang suami boleh jadi diguncangkan oleh berbagai kesulitan, ia menemukan wajah-wajah tegar, mata-mata tajam, ucapan-ucapan kasar, dan pergumulan hidup yang berat. Ia ingin ketika pulang kerumah, disitu ditemukan wajah yang ceria, mata yng sejuk, ucapan yang lembut, dan berlindung dalam keteduhan kasih sayang sang istri.

Rasullah berkata bahwa: “Istri yang terbaik adalah istri yang membahagiakanmu saat kamu memandangnya, yang mematuhi kala kamu menyuruhnya, dan memelihara kehormatan dirinya dan hartamu kala kamu tidak ada disisinya”.

Rasulullah SAW adalah manusia paling mulia. ‘Aisyah bercerita bagaimana Rasulullah memuliakannya: “Dirumah”, kata ‘Aisyah, “Rasulullah melayani keperluan istrinya; memasak, menyapu lantai, memerahkan susu dan membersihkan pakaian. Dia memanggil istrinya dengan gelaran yang baik”. Setelah Rasulullah meninggal dunia, beberapa orang sahabat menemui ‘Aisyah, memintanya agar menceritakan perilaku Rasulullah SAW. ‘Aisyah sesaat tidak menjawabnya. Air matanya berderai, kemudian dengan nafas panjang ia berkata: “Kaana kullu amrihi ‘ajaba” (Ah… semua perilakunya indah). Ketika didesak untuk menceritakan perilaku Rasul yang paling mempesona, ‘Aisyah kemudian mengisahkan bagaimana Rasul yang mulia bangun ditengah malam dan meminta izin kepada ‘Aisyah untuk sholat malam. “Izinkanlah aku beribadah kepada Rabb-ku”, ujar Rasulullah SAW kepada ‘Aisyah.



*Kiriman dari Ochim ney yang di dapet dari kakaknya...terus...gak tau kakaknya dapet dari mana ^^

0 komentar: